Minggu, 18 November 2012

PERUBAHAN SOSIAL DALAM TARIAN RAPA’I GELENG YANG TERJADI DITENGAH MASYARAKAT SENI

Makalah
Sosiologi Seni
PERUBAHAN SOSIAL DALAM TARIAN RAPA’I GELENG YANG TERJADI DITENGAH MASYARAKAT SENI




Oleh
Abdul Wahab
04232011


Dosen
Yulimarni, S.Sn.,M.sn
Yuliarni, S.Sn.,M.Sn


KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
INSTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
JURUSAN SENI KRIYA
2012/2013


KATA PENGANTAR

Assallamuallaikum wr, wb.

Segal Puji hanya milik Allah semata, Syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas segala Rahmat dan karuniaNYA, sehinga dapat menyelesaikan tugas sosiologi seni,  dengan begitu makalah yang diangkat berjudul: Perubahan Sosial Dalam Tarian Rapa’i Geleng Yang Terjadi Ditengah Masyarakat Seni.
Terwujudnya makalah ini juga tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu baik itu bersifat moril maupun materil, sehingga laporan ini dapat tercapainya sebagaimana mestinya. Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa diucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
Yuliarni, S.Sn, M.Sn dan Yulimarni, S.Sn, M.Sn selaku Dosen Pembimbing mata Kuliah ini, serta Rekan-rekan Anggota Mahasiswa angkatan 2011 dan teman dari Aceh yang selalu membantu baik secara moril maupun untuk suksesnya makalah ini.
Atas segala bantuannya di harapkan, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan Anugrah yang melimpah. Sangat di sadari tidak ada kesempurnaan, karena kesempurnaan itu hannya milik Allah SWT. Begitu juga dengan tulisan ini. Saran dan kritik merupakan sesuatu yang berguna dalam meningkatkan kearah lebih baik di masa akan datang. Akhir kata di harapkan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pecinta seni pada umumnya. Terimakasih.

                                                                                    Padangpanjang, 08-11-2012

                                                                                                Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... I
Daftar Isi.................................................................................................................... II 
A.      Bab 1 PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang.......................................................................................... 1
2.        Permasalahan............................................................................................. 1
B.       Bab 2 PEMBAHASAN 
a.       Pengertian Rapa’i Geleng...................................................................2
b.      Hubungan Rapa’i Geleng dengan Masyarakat..................................6
c.       Perkembangan rapa’i geleng...............................................................7

C.      Bab 3 PENUTUP
1.       Kesimpulan.................................................................................................8
2.      Saran............................................................................................................9
D.      Bab 4 KEPUSTAKAAN
 
BAB 1
PENDAHULUAN 
   1.      Latar Belakang
Jauh sebelum diproklamasikannya Republik Indonesia, Aceh adalah sebuah negeri berdaulat dan dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara. Mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Iskandar Muda. Pada abad 16, Aceh pernah tercatat sebagai salah satu kerajaan Islam besar di dunia.
Posisi Aceh yang dekat dengan laut, mejadikannya sebuah wilayah persinggungan berbagai budaya dari seluruh dunia. Tercatat sejak abad 8, Aceh menjadi tempat strategis untuk persinggahan pelayaran bagi para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, Turki, maupun Spanyol yang hendak menuju Cina maupun India. Beberapa pedagang menetap di Aceh dan melangsungkan perkawinan dengan perempuan Aceh, Maka terjadilah akulturasi budaya.
Salah satu tradisi yang menjadi warisan turun temurun adalah penggal budaya berupa karya kesenian. Dalam konteks Aceh, kesenian sebagai bagian dari kebudayaan tidak terlepas dari nilai–nilai tradisi masyarakatnya. Seni yang dimaksud adalah kemampuan seseorang atau sekelompok untuk menampilkan hasil karya di hadapan orang lain. Dalam konteks masyarakat Aceh dahulu, seseorang yang mempunyai nilai seni, maka ia akan menjadi sosok yang akan menjadi perhatian. Sejumlah sumber tertulis menyebutkan, ada beberapa jenis kesenian Aceh, diantaranya Meudike, Seudati, Rukoen, Rapai Geleng, Rapai Daboeh, Biola Aceh, Saman, seulaweut dan sebagainya. Sepintas lalu, kegiatan seni yang dilakukan bertujuan untuk menghibur diri atau kelompok tertentu. Tapi sebenarnya, mengandung banyak makna, utamanya internalisasi nilai budaya lokal yang kuat dan mengakar yang pada gilirannya menjadi corak yang khas.       
                        2.            Permasalahan 
             a.       pengertian rapa’i geleng
       b.      hubungan rapa’i geleng dengan masyarakat
       c.       perkembangan rapa’i gelenng

BAB 2
PEMBAHASAN
   A.    Pengertian Rapa’i Geleng
Rapa'i adalah salah satu alat tabuh seni dari Aceh. Rapa'i terbagi kepada beberapa jenis permainan, Rapa’i geleng salah satunya. Rapai Geleng dikembangkan oleh seorang anonim di Aceh Selatan. Permainan Rapa'i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan, kostum dan gerak dasar dari unsur tari Meuseukat.
Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial. Rapa'i geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Aceh Selatan. Saat itu tarian Rapa'i Geleng dibawakan pada saat mengisi kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar. Lalu, tarian ini dijadikan sarana dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang sangat banyak.
Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.
Tarian Rapai Geleng ada 3 babak yaitu:
    1.      Saleum (Salam)
    2.      Kisah (baik kisah rasul, nabi, raja, dan ajaran agama)
    3.      Lani (penutup)
Nama Rapa'i diadopsi dari nama Syaikh Rifa'i yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini. Syair yang dibawakan tergantung pada syahi. Hingga sekarang syair-syair itu banyak yang dibuat baru namun tetap pada fungsinya yaitu berdakwah.

Contoh syhair Rapa’i Geleng:
Rapai-i Geleng; Pesan Perlawanan dalam Tarian Aceh

Alhamdulilah pujoe keu Tuhan
Nyang peujeuet alam langet ngon donya
Teuma seulaweuet ateueh janjongan
Pang ulee alam rasul ambiya
Nanggroe Aceh nyoe teumpat lon lahe
Bak ujong pante pulo Sumatra
Dilee baroe kon lam jaroe kaphe
Jinoe hana le aman seuntosa

Segala Puji kepada Tuhan
Yang telah menciptakan langit dan dunia
Selawat dan salam pada junjungan
Penghulu alam Rasul Ambiya)
Daerah Aceh ini tempat lahirku
Di ujung pantai pulau Sumatera
Dulu berada di tangan kafir
Kini telah aman dan sentosa

Kostum yang dipakai berwarna hitam, kuning berpadu manik-manik merah, serempak menggeprak panggung dengan duduk bersimpuh. Gerakannya diikuti tabuhan Rapa'i yang berirama satu-satu, lambat, lama kemudian berubah cepat di iringi dengan gerak tubuh yang masih berposisi duduk bersimpuh, meliuk ke kiri dan ke kanan. Gerakan cepat kian lama kian bertambah cepat.
Pada dasarnya, ritme gerak pada tarian rapai geleng hanya terdiri dalam empat tingkatan; lambat, cepat, sangat cepat dan diam. Keempat tingkatan gerak tersebut merupakan miniatur karakteristik masyarakat yang mendiami posisi paling ujung pulau Sumatera, berisikan pesan-pesan pola perlawanan terhadap segala bentuk penyerangan pada eksistensi kehidupan Agama, politik, sosial dan budaya mereka.
Pada gerakan lambat, ritmi gerakan tarian Rapa'i Geleng tersebut coba memberi pesan semua tindakan yang diambil mesti diawali dengan proses pemikiran yang matang, penyamaan persepsi dan kesadaran terhadap persoalan yang akan timbul di depan sebagai akibat dari keputusan yang diambil merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan dengan seksama. Maaf dan permakluman terhadap sebuah kesalahan adalah sesuatu yang mesti di berikan bagi siapa saja yang melakukan kesalahan. Pesan dari gerak beritme lambat itu juga biasanya diiringi dengan syair-syair tertentu yang dianalogikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Sebagai contoh bisa tergambar dari nukilan syair dari salah satu bagian tarian.

Contoh syhair dalam tarian:
Meunyo ka hana raseuki,
Nyang bak bibi rhot u lua
Bek susah sare bek seudeh hate,
Tapike la'en tamita

Kalau sudah tak ada rezeki,
Yang sudah di bibir pun jatuh ke luar
Janganlah susah, jangalah bersedih hati,
Mari kita pikirkan yang lain untuk di cari
Kata raseuki yang bermakna rezeki dalam syair di atas, merupakan simbol dari peruntungan. Bagi masyarakat Aceh, orang yang melakukan perbuatan baik kepada mereka dimaknakan sebagai sebuah keberuntungan. Makna sebaliknya, ketika orang melakukan perbuatan jahat, maka masyarakat Aceh mengartikan ketak beruntungan nasib mereka, dan ketak beruntungan itu merupakan permaafan.
Gerakan beritme cepat adalah gerak kedua, sesaat pesan yang terkandung dalam gerakan beritme lambat namun sarat makna usai dituturkan. Pada gerakan ini, pesan yang disampaikan adalah pesan penyikapan ketika perbuatan jahat, yang dimaknakan sebagai ketakberuntungan nasib, kembali dilakukan oleh orang atau institusi yang sama. Penyikapan tersebut bisa dilakukan dalam bentuk apapun, tapi masih sebatas protes keras belaka. Seperti bunyi syair di bawah;
Hai la'ot sa
Ilak umbak meu-
Alon kapai di-
Ek tron meulumba
Lumba hai bacut treuk
Salah bukon sa-
Salah loen, salah phoen awai bak gata.
(Wahai Laut yang berombak mengayunkan kapal naik dan turun sedikit lagi kemasukan air, itu bukan salah ku, engkaulah yang mengawalinya)
Gerakan beritme cepat ini tak lama, kemudian disusul dengan gerakan tari beritme sangat cepat mengisyaratkan chaos menjadi pilihan dalam pola perlawanan tingkat ketiga. Sebuah perlawanan disaat protes keras tak diambil peduli. Tetabuhan rapa-i pada gerakan beritme sangat cepat inipun seakan menjadi tetabuhan perang yang menghentak, menghantam seluruh nadi, membungkus syair menjadi pesan yang mewajibkan perlawanan dalam bentuk apapun ketika harkat dan martabat bangsa terinjak-injak. Cuplikan sajak “perang” nya (alm) Maskirbi yang biasa dilantunkan menjadi syair dalam gerakan beritme cepat pada tarian rapai geleng ini bisa menjadi contoh sederetan syair-syair yang dijadikan pesan.
Doda iedi hai sie doda seulayang blang ka putoh taloe, Beureujang rayeuk hay banta sidang Jak tulong prang musoh nanggro. Beureujang rayeuk hay banta sidang Jak tulong prang musoh nanggro.
(Doda idi hai doda idang) Nyanyian nina bobo untuk anak- layangan sawah telah putus talinya cepatlah besar wahai ananda pergilah, perangi musuh negeri).
Pada titiknya, semua gerakan tadi berhenti, termasuk seluruh nyanyian syair. Ini merupakan gerakan akhir dari tarian. Gerakan diam merupakan gerakan yang melambangkan ketegasan, habisnya semua proses interaksi.
   B.     Hubungan Rapa’i Geleng dengan Masyarakat
Masyarakat aceh menggunakan peralatan dan menyelenggarakan pertunjukan musik Rapa’i Geleng dalam berbagai kesempatan misalnya pasar malam, upacara perkawinan, ulang tahun, tarian memperingati hari-hari tertentu, selain di mainkan secara tunggal Rapa’i Geleng dapat pula di temukan dengan alat musik yang lain. misalnya Seurune Kalee, melodi Bulouh perindu, Dan lain-lain sebagainya.
Masyarakat Aceh menggunakan Rapa’i Geleng untuk mengiringi pertunjukan debus, menurut Z. H. Idris (1993-82) Debuih (debus) adalah senjata yang terbuat dari besi runcing ujungnya dan berhulu bundar. Senjata ini sebesar telunjuk dengan panjang kira-kira setengah jengkal. Pertunjukan debus ini di iringi oleh seorang Khalifah yang memiliki ilmu kebal sehingga badannya tidak terluka oleh benda tajam yang dapat melilitkan rantai panas ke tubuh nya dan mengelilingi api dan sebagainya.
Rapa’i Geleng dapat juga di gunakan mengiringi pertunjukan dabuih (debus), dalam pertunjukan dabuih (debus) ini pada saat saleum (salam) , pemain Rapa’i Geleng memukul alat musiknya dengan tempo lambat.
Rapa`i Geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan. Nama Rapa`i Geleng diadopsi dari nama Syeik Ripa`i geleng yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini. Permainan Rapa`i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan. Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.
   C.    Perkembangan Rapa’i Geleng.
Dalam kenyataannya, kesenian tradisional Aceh sudah lama dipengaruhi oleh nilai-nilaiyang berkembang pada masa dulu yaitu nilai-nilai Islami. Dalam segala bidang ajaran Islam telah merasuk ke semua sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh, mulai dari siasat peperangan, kesenian, pergaulan masyarakat (solidaristas), pendidikan sampai kepadakeyakinan dan kehidupan sosial lainnya. Dengan demikian kesenian tradisional Aceh identik dengan seni yang bernuansa Islami, begitu pula bentuk-bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh, sampai saat ini dapat di identifikasi menjadi kesenian bernuangsa Islami.
Seni Dalam Budaya Moderen (Kreasi Baru)Walaupun masyarakat Aceh sangat kuat berpegang pada hukum Islam (syariat Islam) tetapi prilaku, pola dan cara hidup tidak terlepas dari budaya modern. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari khususnya masyarakat yang berdomisili di kota. Kemajuan zaman yang orientasinya pada pola hidup modern dan budaya materialistik menyebabkan terjadinya dekonstruksi budaya lokal dan terjadinya disharmonisasi pada tatanan nilai-nilai lokal genius atau tradisi yang sudah lama mengakar, yang sudah menjadi sesuatu kebiasaan dalam masyarakat Aceh. Dalam hal ini dalam wakturelatif lambat juga terjadi pada masyarakat yang hidup di pedesaan atau masyarakat yang masih tebal memegang nilai-nilai lamanya. Potensi akan bergesernya nilai-nilai yang hidup.


BAB  3 
PENUTUP
                       1.   Kesimpulan 
Tari Rapa’i Geleng adalah salah satu jenis kesenian rakyat yang dianggap mampu mewakili nilai-nilai identitas dan simbol budaya bagi eksistensi masyarakat Aceh khususnya didataran rendah pesisir pantai, saat ini telah dimanfaatkan sebagai media propaganda organisasi politik kekuasan. Pada hal tari ini telah mengalami proses waktu yang panjang dan merupakan hasil konvensi dari akumulasi komunitas etnik Aceh saat itu. Sebagai fungsi media ekspresi bagi masyarakat tersebut yang dapat diamati dari bentuk  penyajiannya yang merupakan gambaran dari pencitraan dan nilai ideologi budaya masyarakat Aceh saat ini. Yang artinya pada konstruksi unsur-unsur kontektual tari Rapa’i Geleng mencirikan karakteristik identitas budaya Aceh pada umumnya.
Unsur-unsur tersebut dalam bentuk koreografi, elemen gerak, kostum warna tari, iringantari (syair-syair), struktur ruang (pola lantai), dan lain sebagainya. Beberapa unsur-unsur tersebut menjadi bagian terpenting sebagai wadah dalam mengekspresikan identitas masyarakat Aceh. Artinya unsur kontekstual pada tari Rapa’i geleng merupakan gagasan, idea, nilai dan ekspresi yang ”men-teks” menjadi media representasi sosio-budayamasyarakat Aceh. Dilain hal unsur-unsur kontektual dalam tari Rapa’i Geleng begitu dekat dengan nuansa-nuansa relegius, nilai moral, adat istiadat yang merupakan konsep simetamorfasis dari unsur-unsur seni tradisi sebelumnya (meudalae, meudzike dan meuratoh). Dengan demikian kesenian tradisional Rapa’i Geleng, bukan bentuk kesenian yang bersifat individu/ tidak bisa berdiri sendiri/otonomi tetapi bersifat kolektif dan interaktif terjadi nilai dan berubah fungsi.
Fenomena politik tersebut terwujud dalam konstruksi teks tari yang dapat diidentifikasi sebagai berikut;
a)        sebagai media legitimasi kebebasankekuasan.
b)        Struktur teks memperkuat dan meneguhkan organisasi politik yang memilikiotoritas kekuasaan pada waktu tertentu (Golkar, PDI, PPP ).
c)        Struktur teks berpretensi pada politik ideologi nasionalisme (orba).
d)       Struktur teks sebagai media/ corong ideologi politik penguasa daerah.

                      2.  Saran
Masyarakat Aceh agar membudidayakan kesenian tradisional khususnya seni musik rapa’i geleng. Karena setiap tradisi itu harus berkembang, dan kita harus membedakan yang mana baik dan mana yang buruk.
Saran dari penulis untuk generasi yang akan datang, cobalah mencari tau dan dipahami masalah kebudayaan, kesenian, kerajinan, dan adad istiadad. karena itu semua sangat penting untuk generasi selanjutya.
 
BAB 4
KEPUSTAKAAN
Hidayah, Zulyani. 1996. Ensiklopedi: Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta:PT Pustaka LP3ES.
Tamin, Feisal. 1992. Profil Propinsi Republik Indonesia: Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara.
Situs
 
 
by: Rahmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar